Dampak Kebijakan Pontensial Trump Amerika Serikat tengah bersiap mencuri perhatian dunia sepak bola dengan menjadi tuan rumah dua ajang besar secara berturut-turut. Negeri Paman Sam ini dijadwalkan menjadi tuan rumah dua ajang paling prestisius: Piala Dunia Antarklub FIFA 2025 dan Piala Dunia 2026 yang digelar bersama Kanada dan Meksiko. Namun, bayang-bayang politik kembali mengintai panggung megah ini.

Kembalinya Donald Trump ke kursi presiden menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengamat dan pelaku sepak bola internasional. Kebijakan luar negeri, termasuk soal imigrasi dan perdagangan yang pernah diterapkannya, memunculkan ketidakpastian yang bisa memengaruhi atmosfer dan antusiasme terhadap dua ajang akbar tersebut.

Mereka merupakan lambang pembaruan dan perluasan jangkauan sepak bola global. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, turnamen Piala Dunia Antarklub akan menampilkan 32 peserta dari berbagai belahan dunia—peningkatan signifikan dibandingkan format sebelumnya yang hanya diikuti sekitar tujuh tim.

Demikian pula dengan Piala Dunia 2026. Turnamen tersebut akan menjadi edisi perdana yang menampilkan 48 negara peserta, memperluas kesempatan bagi lebih banyak negara untuk berpartisipasi. Negeri Paman Sam akan memegang peran krusial dengan menjadi lokasi utama penyelenggaraan turnamen ini, termasuk laga puncak di babak final.

Namun, suasana optimisme ini terganggu oleh pertanyaan besar: bagaimana nasib penyelenggaraan jika kebijakan kontroversial ala Trump kembali diterapkan?

Kebijakan Trump, Ketegangan Itu Menarik
kebijakan trump ketegangan

Donald Trump sendiri menanggapi kekhawatiran itu dengan enteng. Dalam sebuah momen penuh sorotan di Gedung Putih bersama Presiden FIFA Gianni Infantino, Trump menganggap ketegangan sebagai sesuatu yang menghibur.

“Saya pikir ini akan membuatnya lebih menarik. Ketegangan adalah hal yang baik, menurut saya itu membuat semuanya jadi lebih seru,” ujarnya kepada para wartawan di Ruang Oval.

Turnamen tinggal menghitung bulan. Animo yang rendah ini tidak terlepas dari penurunan jumlah wisatawan mancanegara ke Amerika, termasuk dari negara-negara tetangga seperti Kanada dan Meksiko, serta dari kawasan Eropa seperti Inggris.

Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan pemangku kepentingan olahraga global, termasuk FIFA.

Optimisme dari FIFA

Gianni Infantino, orang nomor satu di FIFA, menampik anggapan bahwa kekhawatiran tersebut akan merusak perhelatan akbar ini.

“Saya tidak khawatir soal penjualan tiket. Stadion-stadion akan penuh di Amerika,” tegas Infantino.

“Jika di Amerika saja stadion sepak bola bisa penuh untuk laga persahabatan, maka ketika Anda datang membawa Piala Dunia dan pemain-pemain terbaik yang memperebutkan gelar juara, kita tinggal mempromosikannya, memperkenalkannya, dan menjelaskannya kepada publik.”

Ia menambahkan bahwa promosi yang tepat akan menghidupkan euforia dan membawa fans dari seluruh dunia untuk datang merayakan pesta sepak bola.

Namun, di balik optimisme itu, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak calon penonton dari luar negeri kini lebih berhati-hati. Ketidakpastian terkait visa dan prosedur masuk ke AS memicu kekhawatiran akan kemudahan akses ke ajang-ajang tersebut. Jika situasi politik tak kunjung membaik, hal ini bisa memengaruhi jumlah pengunjung secara signifikan.

Janji dari Gedung Putih
kebijakan janji trump fifa

Untuk menjawab kecemasan itu, Infantino menyebut telah mendapat jaminan langsung dari pemerintahan Amerika bahwa penggemar dari berbagai belahan dunia akan disambut dengan tangan terbuka. Bahkan, langkah antisipasi telah dilakukan dengan mengadakan diskusi bersama Jaksa Agung Pam Bondi serta Direktur FBI Kash Patel di kantor FIFA cabang Miami, guna membahas secara detail soal pengamanan dan urusan visa.

“Dunia mencintai Amerika, apa pun yang dikatakan oleh sebagian orang,” ujar Infantino dengan yakin.

Menurutnya, kerja sama yang terjalin saat ini dengan pemerintah AS merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi beberapa tahun lalu, ketika citra FIFA sempat terpuruk karena skandal korupsi. Namun, setelah melalui berbagai reformasi, FIFA kini berdiri sebagai organisasi yang lebih transparan dan etis.

“Kolaborasi ini sangat krusial. Hal ini tidak mungkin terjadi beberapa tahun lalu ketika citra FIFA sangat buruk. Kami telah menempuh perjalanan panjang untuk membangun kembali kepercayaan.”

“Hari ini, kami bekerja secara transparan, jelas, dan etis. Kami akan membawa dunia ke Amerika Serikat. Ini adalah bagian dari jaminan yang diberikan pemerintah AS saat proses bidding, dan kini kembali ditegaskan. Dunia akan disambut dengan tangan terbuka,” lanjutnya.

Masa Depan di Tangan Kebijakan

Sukses atau tidaknya dua ajang megah ini bukan hanya soal infrastruktur atau promosi, tetapi juga menyangkut stabilitas dan inklusivitas. Dunia akan memperhatikan bagaimana Amerika memperlakukan para tamunya—mulai dari pemain, ofisial, hingga pendukung yang datang dari berbagai latar budaya dan kebangsaan.

Kebijakan perbatasan, kemudahan visa, hingga sikap terhadap keberagaman akan menjadi faktor penting dalam membentuk persepsi global terhadap tuan rumah.

FIFA boleh saja optimistis, namun pada akhirnya, dunia menanti lebih dari sekadar pernyataan. Dunia menunggu aksi nyata yang memastikan bahwa sepak bola tetap menjadi alat pemersatu, bukan pemecah belah.

Untuk saat ini, sorotan dunia terus mengarah ke Amerika Serikat. Bukan hanya karena akan menjadi tuan rumah turnamen sepak bola terbesar, tetapi juga karena dunia ingin melihat apakah negeri ini benar-benar siap membuka pintunya bagi semua, tanpa terkecuali

By Raisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *